# 005: Sistem Uqubat - Penyelesai Masalah Sosial & Pembentuk Keperibadian Islamiyyah

>> Wednesday, October 27, 2010

Pada hari ahad lepas (24 Oktober 2010), saya berpeluang menghadirikan diri ke sebuah seminar Intelektual, Fikrah Islam, iaitu Munaaqashah (diskusi). Munaaqashah ini diadakan pada sebulan sekali. Munaaqashah pada kali ini bertajuk, “Sistem Uqubat Menjamin Keselamatan Negara”. Walaupun saya terlewat menghadiri ke seminar tersebut, saya bersyukur kerana tidak terlepas peluang untuk mendengar sendiri pembentangan pertama. Hal ini kerana,  pada kebiasaannya pembentang pertama dalam ceramahnya akan mengambarkan realiti yang berlaku pada hari ini iaitu waqi’ semasa dalam permasalahan umat. Kemudian itu,  tanggungjawab pembentang kedua adalah menjelaskan penyelesaian melalui nas-nas al-Quran, as-Sunnah, dan ijtihad para Khalifah ketika zaman pemerintahannya.

Percayakah anda, bahawa permasalah sosial yang melanda masyarakat hari ini dapat diselesaikan dengan sistem uqubat? Anda harus percaya dan kena yakin atas sistem Uqubat dan lainnya yang telah dikhabarkan oleh Allah SWT.

Dalam catatan sejarah, sanksi (uqubat) di dalam Islam telah terbukti mampu mencegah kejahatan, menjamin keamanan, keadilan dan ketenteraman bagi masyarakat. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku jenayah berfungsi sebagai “zawajir” (pencegah). Ia sangat efektif mencegah orang-orang yang hendak melakukan perbuatan dosa dan kejahatan. Fungsi tersebut dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmannya:

Dalam qisas (hukuman mati bagi pembunuh sengaja) itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa. 
(Qs. al-Baqarah [2]: 179).

Memang, pembunuh yang diqisas itu tidak akan hidup. Namun, apabila ia menyedari sebelum membunuh bahawa ia nantinya akan dibunuh juga, nescaya ia tidak akan melakukan pembenuhan tersebut. Sekiranya mangsa korbannya hidup, ia pun tetap hidup. Masyarakat yang menyaksikan penerapan hukum qisas akan lebih tinggi kesedaran hukumnya dan tidak akan berani membunuh, sehingga kelangsungan hidup masyarakat akan terjamin. Konsep ini boleh dibandingkan dengan hukuman penjara bagi pembunuh yang ternyata melahirkan persepsi masyarakat yang menganggap bahawa nyawa manusia begitu murah sebagaimana kita saksikan dalam paparan berbagai  media massa setiap hari.
 
Untuk menilai sesebuah hukum, khususnya sanksi (uqubat) yang merupakan hukum syari’at, hendaknya di tinjau secara objektif dan menyeluruh sesuai dengan fungsi dan hukum itu bagi keamanan dan ketenteraman masyarakat manusia. Bagi orang-orang non Islam, kiranya lebih bijaksana kalau sebelum menilai mereka mempelajari fakta hukum Islam tentang sistem Uqubat tersebut dan boleh dibandingkan keampuhannya dengan sistem hukuman lain yang paling ampuh. Bagi kaum muslimin yang mukmin kepada Allah Yang Maha Bijaksana dan Yang Paling Tahu tentang apa yang paling manusiawi bagi manusia, sikap yang paling tepat adalah menerima keputusan hukum dari Allah SWT dalam nas-nas syarak tanpa sandaran.

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
(Qs. al-Ahzab [33]: 36).

Kesucian kehormatan manusia dilindungi oleh hukum syara’ yang benar-benar efektif dalam mencegah terjadinya pelanggaran kehormatan dengan merejam para pezina dengan disaksikan oleh masyarakat 

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 
(Qs. an-Nûr [24]: 2). 

Apabila sistem ini tidak diterapkan sepenuhnya . Maka gegala seks bebas, perkosaan, dan lain-lain akan bermaharajalela kerana hukum kufur yang sedia ada ini terlau ringan sanksinya bagi si pelaku,.

Pembunuh, rompakan dan sebagainya.  Islam mengenakan sanksi yang tidak tanggungtanggung, yaitu: dihukum mati dan disalib mayatnya di jalanan apabila si pelaku tersebut membunuh dan mencuri barang mangsanya, dihukum mati saja jika si pelaku itu membunuh tapi tidak sempat mengambil barang mangsa, dan penjahat itu dipotong tangan dan kakinya saling silang bila ia hanya merompok barang mangsanya 

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,
(Qs. al-Mâ’idah [5]: 33).

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
 (Qs. al-Mâ’idah [5]: 38).

Kita boleh bandingkan dengan semakin meningkatnya kes jenayah yang tidak dikenakan hukuman yang berat daripada pihak penguasa.

Hukum Uqubat Merupakan Penebus Dosa.

Yang menarik dalam sistem hukum Islam, uqubat yang diterapkan oleh Khalifah kepada para pelanggar hukum yang menyedari segala kekhilafan dan kesalahannya itu, akan menjadi “jawabir” (penebus) atas dosa dan siksaanya di akhirat kelak. Rasulullah SAW menjelaskan hal ini dalam sabdanya:

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.”
[HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit].


Dimensi kehidupan dalam pandangan Islam adalah dunia dan akhirat, dimana dunia itu adalah ladang bagi akhirat. Siapa di dunia menabur kejahatan di dunia akan menuai azab nereka yang pedih tiada terhingga di akhirat. Namun, sebelum mati, Islam masih memberikan kesempatan kepada orang-orang yang gagal di dunia dengan tindak kejahatannya itu untuk berjaya di akhirat dengan cara taubat nasuha. Bukti kukuh dari taubat nasuha seorang pelanggar hukum dalam Islam adalah kesediaanya menerima uqubat yang dijatuhkan kepadanya. Oleh karena itu, tidak hairan kalau para pelanggar hukum di masa Rasulullah SAW umumnya datang sendiri mengakui kesalahan dan minta disucikan dari dosa mereka. Setelah pelaksanaan hukum rajam terhadap Maiz, Rasulullah saw. bersabda:

“…taubat Maiz sepenuh taubat manusia seluruh dunia…Bhawa sesungguhnya sekarang Maiz sedang berenang di sungai-sungai di surga.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmidzi].
Mari kita bandingkan mana yang lebih baik si pelaku  yang menebus dosa dan meninggalkan dunia sehingga masyarakat pun menjadi aman dan ia selamat di akhirat ataukah si pelaku yang menebus penjara dengan wang (prinsip kapitalis) dan kembali ke masyarakat, mengulangi perbuatan, dan tidak ada jaminan baginya selamat di akhirat? Yang perlu kita catat, hukum Islam hanya layak untuk manusia yang berfikir.

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.
(Qs. al-Baqarah [2]: 179).

0 comments:

Post a Comment

  © Blogger template Webnolia by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP